Wednesday, January 23, 2013

Dua eks pejabat Kementerian ESDM dituntut 12 dan 4 tahun bui

Dua eks pejabat Kementerian ESDM dituntut 12 dan 4 tahun bui
Foto: Ilustrasi.
Reporter: Deddy Santosa

Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut mantan Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jacobus Purwono, 12 tahun bui. Dia juga didenda Rp 500 juta, dan apabila tidak sanggup membayar maka diganti pidana kurungan selama enam bulan

"Meminta kepada majelis hakim supaya menjatuhkan pidana terhadap terdakwa 1, Ir. Jacob Purwono, dengan pidana penjara selama 12 tahun dikurangi masa tahanan, dan denda 500 juta subsider 6 bulan," ujar Jaksa KPK Risyman Ansyari, saat membacakan berkas tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (23/1).

Sementara itu, JPU juga menuntut bekas anak buah Jacob, Kosasih Abbas, dengan pidana penjara selama empat tahun. Dia juga didenda Rp 250 juta subsider 3 bulan. Hukuman Kosasih lebih ringan lantaran dia sudah ditetapkan menjadi justice collaborator (orang yang mau bekerjasama dengan penegak hukum).

"Sejak proses penyelidikan, terdakwa 2 (Kosasih Abbas) kooperatif, dan telah ditetapkan KPK sebagai justice collaborator," ujar Jaksa Risyman.

Jaksa juga menuntut Jacob dan Kosasih membayar uang pengganti, masing-masing Rp 8 milyar dan Rp 2,8 milyar. Jika Jacob tidak dapat membayar uang pengganti kepada negara maka diganti dengan pidana penjara selama dua tahun enam bulan. Sedangkan, jika Kosasih tidak sanggup membayar uang pengganti, maka hanya diganti pidana kurungan selama satu tahun.

Jaksa menganggap Jacob dan Kosasih bersalah melanggar dakwaan pertama, yakni Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto pasal 65 ayat 1 KUHPidana.

Menurut jaksa, keduanya bersalah melakukan tindak pidana korupsi pengadaan dan pemasangan sistem listrik rumah tenaga surya (solar home system) dua tahun berturut-turut, yakni 2007 dan 2008 di Kementerian ESDM.

Jaksa menganggap Jacob dan Kosasih bersalah dengan mengatur perusahaan pemenang lelang dalam proyek itu. Mereka pun menerima hadiah berupa uang dari para pemenang tender.

Pada Januari 2007, Jacob dan Kosasih adanya rencana proyek pengadaan dan pemasangan SHS di Ditjen LPE. Proyek itu bernilai Rp 277, 9 miliar. Karena tidak memiliki dana buat proses kegiatan itu, Jacob sebagai Kuasa Pengguna Anggaran meminta Kosasih sebagai Pejabat Pembuat Komitmen mengumpulkan uang dari para kontraktor.

Lalu, dalam penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), Kosasih melanggar pasal 13 ayat 1 juncto Lampiran I Bab I huruf E.1 Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Dia cuma menyusun HPS dari rata-rata harga unit SHS tiga perusahaan. Yakni PT Sundaya Indonesia, PT LEN Industri, dan PT Wijaya Karya Intrade.

Dalam praktiknya, pemeriksaan dan pengujian unit SHS tidak dilakukan sesuai prosedur karena tidak seluruhnya diperiksa. Setelah itu, tim penguji membuat Berita Acara Pemeriksaan yang dijadikan dasar buat pencairan anggaran tahap pertama. Saat pemasangan pun ternyata di beberapa daerah unit SHS belum seluruhnya terpasang. Meski begitu, Jacob dan Kosasih tetap membuat surat persetujuan pencairan anggaran. Hal itu menyalahi Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Akibat perbuatan keduanya dalam pengadaan dan pemasangan SHS pada 2007, negara merugi Rp 77,3 miliar. Setahun kemudian dalam proyek sama, negara merugi Rp 67,4 miliar, sehingga total kerugian Rp 144,8 miliar.

Dari proyek itu, Jacob dianggap bersalah memperkaya diri sendiri sebanyak Rp 5,350 miliar. Sementara Kosasih menerima uang pelicin sebesar Rp 1,650 miliar.

No comments:

Post a Comment