Wednesday, November 14, 2012

Pengusaha tambang ancam gugat Jero Wacik

Pengusaha tambang ancam gugat Jero Wacik
Foto: Jero Wacik ©2012 Okesharezone
Reporter: Riwanto Hariwijaya

Setelah menang di tingkat Mahkamah Agung dan membuat beberapa pasal di Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 tahun 2012 dicabut, pengusaha tambang mengaku tengah membidik Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik.

Alasannya, mantan Menteri Pariwisata itu dinilai sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas penerapan permen ini yang merugikan pengusaha.Kamar Dagang dan Industri (Kadin) beserta gabungan asosiasi tambang bersiap membahas kerugian akibat larangan ekspor bahan tambang mentah, pekan depan.

Jika nominal kerugian dirasa besar, kalangan pengusaha mengaku tak segan melakukan gugatan perdata kepada Jero Wacik.Ketua Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik Kadin Natsyir Mansyur menilai gugatan itu sesuatu yang wajar. Sebab, selama ini pemerintah membuat peraturan tanpa melibatkan pengusaha.

"Gugatan perdata kepada Menteri ESDM normal saja. Ini supaya pemerintah jangan seenak jidat saja bikin peraturan. Kerugian itu bukan pemerintah yang tanggung, tapi pengusaha. Kalau Jero Wacik mau bayar (kerugian) itu tidak masalah," ujar Natsyir di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (14/11).

Menurut pengusaha, meski sudah ada permen nomor 11/2012 yang mengizinkan ekspor bahan tambang mentah dengan syarat khusus, saat pertama kali permen nomor 7 ditetapkan Mei lalu, ekspor sama sekali berhenti. Bahkan, setelah bisa mengekspor pada dua bulan terakhir, pengusaha merasa terbebani karena harus beberapa kali mengurus sertifikat izin usaha clean and clear (CNC).

Natsyir mengklaim kerugian pengusaha mencapai triliunan rupiah. Dari perkiraan Asosiasi Nikel Indonesia (ANI) yang menggugat permen no.7/2012, angka kerugian ditaksir Rp 6-7 triliun.

"Itu baru nikel saja, belum tembaga, besi, mangan," cetusnya.

Gabungan asosiasi tambang dan Kadin sepakat mendata dulu kerugian per komoditi bahan mentah yang tidak bisa terekspor enam bulan terakhir. Natsyir menambahkan, format gugatan hampir pasti perdata ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

Meski terpaksa menempuh jalur hukum menghadapi kebijakan pemerintah, Natsyir mengklaim langkah itu terpaksa dilakukan sebab kerugian tidak dialami pengusaha saja. Pemerintah daerah dan pekerja tambang turut dirugikan. Selain itu, jika ekspor dilarang, pengusaha mengklaim tidak dapat melakukan investasi smelter yang dibutuhkan buat hilirisasi.

"Kita tidak bertentangan dengan pemerintah, persoalan larangan ekspor ini kompleks, bagi pemerintah daerah PAD menurun, pengusaha terjadi kerugian, buruh juga, pemerintah pusat penerimaan juga berkurang," paparnya.

Saat ini, permen nomor 7/2012 yang bertujuan mendorong pengusaha melakukan hilirisasi itu masih dipersoalkan pengusaha dan pemerintah. Bagi asosiasi, selepas gugatan mereka dikabulkan sebagian oleh Mahkamah Agung, ekspor tambang mentah tanpa kuota harus segera diizinkan pemerintah.

Sebaliknya, Kementerian ESDM merasa putusan MA cacat hukum lantaran dasar gugatan yang memakai UU No.4 tahun 2009 sedang diujimateri oleh Mahkamah Konstitusi.

No comments:

Post a Comment